
Kanalbhayangkaracom – Jakarta, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) melayangkan kritik tajam terhadap pembangunan Kawasan Danau Toba (KDT) selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meskipun mengakui adanya kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur, YPDT menilai rapor pembangunan KDT secara keseluruhan tetaplah merah, terutama dalam sektor pariwisata, lingkungan, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
YPDT mencatat bahwa dukungan masyarakat KDT terhadap Presiden Jokowi sangatlah besar, terbukti dari perolehan suara yang selalu tinggi dalam Pemilu 2014 dan 2019. Sebagai timbal balik, Jokowi memberikan perhatian khusus pada pembangunan infrastruktur di KDT, termasuk jalan tol, jalan lingkar Pulau Samosir, dan modernisasi fasilitas penyeberangan.
“Pembangunan infrastruktur memang menggembirakan rakyat,” tulis YPDT dalam ringkasan eksekutif catatan kritis mereka. Namun, yayasan ini menyayangkan bahwa pembangunan infrastruktur yang masif tersebut tidak diimbangi dengan kemajuan di sektor lain yang justru menjadi kunci keberhasilan KDT sebagai destinasi pariwisata super prioritas.
Salah satu sorotan utama YPDT adalah minimnya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Danau Toba, meskipun statusnya telah ditingkatkan menjadi destinasi pariwisata super prioritas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah wisman yang datang ke Sumatera Utara, yang mayoritas bertujuan ke Danau Toba, masih jauh di bawah angka sebelum pandemi COVID-19, bahkan kalah jauh dibandingkan dengan Bali yang bukan termasuk destinasi super prioritas.
Selain sektor pariwisata, YPDT juga menyoroti kerusakan lingkungan yang semakin parah di KDT. Bencana banjir dan longsor berulang kali terjadi di berbagai kabupaten sekitar Danau Toba, menandakan buruknya tata kelola lingkungan. Kualitas air Danau Toba pun terus memburuk akibat pencemaran dari keramba jaring apung (KJA) dan limbah domestik. Ironisnya, pada tahun 2021, pemerintah bahkan harus melakukan hujan buatan untuk menjaga debit air Danau Toba.
“Tidak ada kebijakan konkrit dari Presiden Jokowi maupun Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang putra Batak untuk memperbaiki mutu air Danau Toba,” kritik YPDT.
Konflik agraria antara perusahaan dengan masyarakat adat dan pencinta lingkungan juga menjadi catatan penting YPDT. Selain itu, proyek lumbung pangan (food estate) di Kabupaten Humbang Hasundutan yang menelan dana ratusan miliar juga dinilai gagal.
Secara keseluruhan, YPDT memberikan skor 2,75 (dari skala 1-10) untuk rapor pembangunan KDT selama 10 tahun era Jokowi, yang berarti “merah”. Berikut adalah poin-poin evaluasi YPDT:
1. Infrastruktur Maju Pesat, Namun Belum Optimal
YPDT mengakui kemajuan signifikan dalam konektivitas transportasi di KDT, terutama pembangunan jalan tol yang mempersingkat waktu tempuh dari Medan ke Danau Toba. Pembangunan jalan lingkar Pulau Samosir dan modernisasi fasilitas penyeberangan juga diapresiasi. Namun, YPDT menekankan pentingnya tata kelola yang baik dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan, terutama dalam pembebasan lahan yang beririsan dengan tanah adat.
2. Kerusakan Lingkungan Semakin Mengkhawatirkan
Banjir bandang dan longsor yang kerap melanda KDT menjadi bukti nyata kerusakan lingkungan yang parah. YPDT menyoroti bencana di Simangulampe, Simarhompa, Kenegerian Sihotang, Dolok Simarsolpah, dan Tongging sebagai contoh dampak buruk perusakan hutan dan lingkungan di sekitar Danau Toba.
3. Kualitas Air Danau Toba Terus Menurun
YPDT menyoroti penurunan kualitas air Danau Toba akibat limbah domestik dan KJA. Yayasan ini juga menyoroti perusakan hutan di hulu yang menyebabkan bencana alam dan kekeringan, hingga perlunya hujan buatan untuk menjaga debit air danau. YPDT menilai pemerintah belum serius dalam menertibkan KJA dan mengatasi perusakan hutan oleh perusahaan-perusahaan besar.
4. SDM Terabaikan, Hospitality Minim
YPDT menilai pemerintah pusat terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur fisik dan melupakan pengembangan SDM di sektor pariwisata. Pelayanan yang berkualitas (hospitality) masih sangat minim di KDT, yang menjadi kendala utama dalam mewujudkan Danau Toba sebagai destinasi wisata kelas dunia. YPDT menyayangkan kurangnya kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya layanan prima dalam industri pariwisata.
5. Badan Otorita Danau Toba (BODT) Dinilai Gagal
YPDT menilai BODT gagal menjalankan mandatnya untuk memajukan seluruh kawasan Danau Toba. BODT dinilai hanya fokus pada lahan konsesi di Sibisa dan tidak memiliki anggaran yang memadai untuk menjalankan program-programnya secara efektif. Konflik tanah dengan masyarakat juga terus berlanjut di area konsesi BODT.
Catatan kritis YPDT ini menjadi pengingat penting bahwa pembangunan KDT selama 10 tahun terakhir masih jauh dari harapan. Meskipun infrastruktur telah dibangun dengan megah, masalah mendasar seperti kerusakan lingkungan, kualitas air yang buruk, rendahnya kualitas SDM pariwisata, dan konflik agraria belum terselesaikan. YPDT menyerukan pemerintah untuk lebih serius dan komprehensif dalam membangun KDT, tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pelestarian lingkungan, peningkatan kualitas SDM, dan penyelesaian konflik agraria demi mewujudkan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata kelas dunia yang berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat setempat. (DH.L/Red.)
Press Release lengkap silakan download disini :