
Kanalbhayangkara.com – Pancoran, Jakarta Selatan – Gelombang perlawanan terhadap korupsi semakin menggema! Kali ini, para tokoh Batak bersatu dalam deklarasi gerakan BATAK ANTI KORUPSI (GERBAK) yang berlangsung di Restoran Pho 24 TIS, Pancoran, Jakarta Selatan pada Jumat (7/3/2025). Diskusi publik yang dihadiri tokoh-tokoh Batak terkemuka ini menghasilkan sebuah gerakan yang diharapkan mampu menjadi benteng moral dan intelektual dalam memerangi korupsi di Indonesia.
Diskusi yang berlangsung hangat dari pukul 12.00 hingga 14.00 WIB ini dihadiri oleh sejumlah tokoh Batak yang memiliki kepedulian mendalam terhadap isu korupsi. Diantaranya adalah Pdt. Gomar Gultom (Ketua Dewan Pertimbangan PGI), SM Tampubolon (Ketua Umum Batak Center), Jerry Sirait (Sekjen Batak Center), Pontas Sinaga (Ketua LABB), Maruap Siahaan (Ketua Umum YPDT), dan Jahenos Saragih (Dosen Etika Sekolah Teologi Abdi Sabda).
Dalam diskusi tersebut, berbagai persoalan terkait korupsi di Indonesia mengemuka. Para tokoh sepakat bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah multidimensional yang berakar pada berbagai faktor seperti politik, ekonomi, birokrasi, dan lemahnya penegakan hukum.
Maruap Siahaan dengan nada prihatin mengungkapkan fenomena miris di masyarakat, “Memuliakan koruptor sebagai orang terhormat, sikap hedonisme, aliran materialisme menjadi cita-cita orang Batak zaman sekarang. Orang jahat semakin enak hidupnya, orang benar semakin susah.”
SM Tampubolon bahkan menyoroti pembentukan Danantara sebagai “superholding company” yang berpotensi menjadi lahan subur korupsi. “Uang Trilyunan rupiah dalam danantara akan berpotensi besar dikorupsi, sebagai superholding company akan sulit memonitornya,” tegasnya.
Pontas Sinaga mengusulkan perlunya sistem whistleblower yang lebih sistematis dan peran aktif auditor internal, termasuk di lembaga-lembaga keagamaan seperti gereja. “Apakah para pendeta dapat kita jadikan whistleblower dalam upaya pencegahan korupsi?” tanyanya, menggugah kesadaran akan peran moral para pemimpin agama.
Pdt. Jahenos Saragih memaparkan dampak dahsyat korupsi yang merusak tatanan ekonomi, politik, memicu ketidaksetaraan, melemahkan lembaga publik, dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Jerry Sirait menambahkan kekhawatiran tentang degradasi moral di kalangan pemimpin agama Kristen. “Para pendeta juga cenderung mengikuti arus materialisme dan berpotensi jatuh ke dalam pelanggaran menerima gratifikasi. Pendeta seharusnya tetap dalam koridor sebagai penjaga moral dan tidak perlu berpolitik,” ungkapnya. Pernyataan ini menyoroti pentingnya menjaga integritas moral para pemimpin agama dalam upaya pencegahan korupsi.
Sebagai solusi, para tokoh Batak ini menyepakati sejumlah strategi pencegahan korupsi, antara lain:
- Melibatkan publik dalam perancangan regulasi UU Anti Korupsi.
- Memasukkan kurikulum wajib pendidikan anti korupsi.
- Sistem pengawasan berlapis.
- Melindungi whistleblower.
- Memperkuat peran auditor internal.
- Edukasi untuk membangun integritas.
Pdt. Gomar Gultom dengan lantang menyerukan tindakan tegas, “Bila Presiden Prabowo Serius Hendak Memberantas Korupsi yang Sudah Akut di Indonesia, Miskinkan Koruptor! Dengan Mengesahkan RUU Perampasan Aset dan Pembuktian Terbalik. INDONESIA TIDAK AKAN PERNAH MAJU BILA PENERAPAN HUKUM DENGAN CARA SEPERTI INI.”

Maruap Siahaan menambahkan bahwa gerakan ini juga dapat dimaknai sebagai “GERAKAN BATAK ANTI KORUPSI (GERBAK)”. “Kita tetapkan saja GERBAK. Pada tanggal 7 Maret 2025: Deklarasi GERAKAN BATAK ANTI KORRUPSI (GERBAK) di PANCORAN,” pungkasnya, menandai lahirnya gerakan moral yang diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
(Mas Dharma EL)