Kanalbhayangkara.com – Jakarta, Melansir kabarSBI.com – Harga beras kembali melonjak hari ini. Bahkan, mencetak rekor baru lagi, baik untuk jenis premium maupun medium. (Sabtu,17/02/2024)
Mengutip Panel Harga Badan Pangan, pukul 14.25 WIB kemarin, harga rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran, beras medium harganya di Rp13.600 per kg, dan harga beras premium di Rp15.530 per kg.
Pantauan media kabarSBI.com dibeberapa daerah seperti, Ciamis dan Kuningan Jawa Barat, serta di Tegal dan Pemalang Jawa Tengah, beras termurah dijual dengan harga Rp16.000 per kg dan Rp18.000 per kg untuk beras premium sedangkan harga termahal Rp20.000 per kg untuk jenis beras spesial Pandan Wangi.
Mirisnya, beras yang dibanderol Rp16.000 per kg itu kualitasnya banyak yang patah.
APA RESPON PEMERINTAH
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), stok beras berlimpah. Bahkan, pemerintah berulang kali menegaskan, stok beras masih aman.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, ada sebanyak 7,30 juta ton stok beras nasional di awal tahun 2024 (data per 22 Januari 2024).
“Kalau stok enggak masalah, tadi kita lihat sendiri stoknya sangat melimpah seperti itu,” kata Jokowi saat memberikan pernyataan pers setelah meninjau langsung stok cadangan beras pemerintah (CBP) ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta dan Gudang Perum Bulog di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat pada Kamis,15/02/2024.
“Yang paling penting memang bagaimana mendistribusikan secara baik dan sampai ke pasar, sampai ke masyarakat, sampai ke supermarket. Semuanya bisa tersedia,” kata Jokowi.
Kemudian pemerintah juga telah menugaskan Bulog mengimpor beras untuk mengisi CBP tahun ini. Kuota impor tahun ini adalah 2 juta ton, ditambah dengan sisa penugasan tahun 2023 lalu sebanyak 500.000 ton menjadi 2.5 juta ton beras.
“Stok beras yang dikuasai Bulog saat ini ada sebanyak 1,4 juta ton dan sangat cukup untuk kebutuhan penyaluran Bantuan Pangan Beras sampai dengan bulan Juni, penyaluran beras SPHP dan menghadapi Puasa serta Lebaran,” kata Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi saat mendampingi Presiden Jokowi meninjau gudang Bulog di Cibitung, Jumat kemarin (16/2/2024).
Lantas Apa Penyebab Kenaikan Harga Beras Meroket, Kebijakan Import? Mafia Beras? Atau Sibuk Pemilu?
Menurut Agung Sulistio, prediksi-prediksi soal kemungkinan terjadinya krisis beras akibat berbagai hal sudah sering disampaikan kalangan kampus.
Asisten Direktur Kajian Strategis IPB University, Alfian Helmi, mengkritik upaya pemerintah dalam menghadapi krisis beras dengan impor.
Begitu terjadi krisis berat akibat berkurangnya produksi beras ataupun kenaikan beras solusi pasti impor, karena impor beras adalah solusi cepat dan instan. “Harusnya pemerintah sudah menyiapkan berbagai langkah antisipasi sebelum terjadi krisis beras. Bukan lebih kepada penyelesain masalah dengan cara impor,” kata Alfian dalam perbicangan dengan RRI Pro 3 pada bulan lalu.
Alfian mengatakan memang ada kecurigaan juga soal besarnya impor beras menjelang pemilu, seperti pada saat menjelang pemilu. Contohnya pada 2018 atau menjelang Pemilu 2019.
Ketika itu, pemerintah mengimpor beras 2,25 juta ton dan angka impor beras makin tinggi pada 2023. Sesuai angka Badan Pusat Statistik, yang mencatat impor beras mencapai 3,06 juta ton.
Sayangnya, data soal stok beras nasional real yang ada di masyarakat, pertanian, pedagang, dan penggilingan belum valid. “Sehingga yang dipakai sebagai acuan adalah stok beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di Bulog, termasuk menjadi acuan untuk impor beras, ucap Alfian.
Dugaan Praktek Mafia Pasar
Menurut teman-teman Komisi Pengawas Persaingan Usaha(KPPU), M Fanshurullah Asa, yang melakukan sidak bersama Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufti Mubarok, sangat ironi, negeri ini tidak kekurangan ahli pertanian dan mempunyai lahan luas dan subur yang mampu menyediakan lahan pertanian untuk memproduksi beras.
Akar persoalan sebenarnya yang terjadi di negeri ini disebabkan oleh Negara hanya menyediakan stok beras sebagai upaya distribusi, tanpa memandang masyarakat bisa menyerap atau membeli dan mengonsumsinya.
Menjamin kestabilan harga saja tidak cukup untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan beras bagi masyarakat. Permainan harga pasar oleh para mafia menunjukkan lemahnya negara dalam mengatur harga pasar. Negara seharusnya mempunyai kekuatan untuk melindungi pasar dari praktik-praktik curang yang justru merugikan masyarakat.
Pada awal tahun 2023, Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) saat itu, Budi Waseso, mengklaim pihaknya telah menemukan keterlibatan mafia yang membuat harga beras di pasaran masih mahal hingga saat ini.
Buwas menjelaskan, keberadaan mafia tersebut sudah diketahui lewat rekaman rapat para pedagang beras. Dalam rekaman itu, Buwas menyebut ada salah satu pedagang yang mengklaim mempunyai hak menopoli untuk membeli beras Bulog. Nantinya, oknum pedagang tersebut menjual beras dari Bulog ke pedagang lain dengan harga tinggi.
Buwas mengatakan, bukti-bukti keberadaan mafia tersebut telah diserahkan kepada Satgas Pangan Polri untuk ditindaklanjuti.
Saking banyaknya bantuan sosial (bansos) beras jelang Pilpres 2024 membuat harga beras naik, selain faktor El Nino, banjir di musim hujan, ternyata pesta demokrasi juga jadi salah satu faktor naiknya harga beras.
Agung Sulistio juga menyayangkan bansos beras yang jor-joran diberikan pemerintah. Menurut dia, dengan terbatasnya stok beras di Bulog pemerintahan lebih mementingkan penggunaan beras yang ada untuk bansos. “Yang tidak ada hubungannya dengan upaya penurunan harga, karena pemerintah tidak serius menangani turunnya produksi beras dalam negeri.” kata dia.
Pemangkasan anggaran pupuk subsisi, kata dia, mengakibatkan kenaikan harga gabah. Kondisi ini diperparah dengan adanya monopoli pembelian gabah oleh korporasi besar. “Sehingga ribuan penggilingan padi kecil menengah mati, semua itu menjadi sumber persoalan defisitnya cadangan beras nasional,” tambahnya
Pemerintah telah berupaya memenuhi kebutuhan konsumsi beras dengan melakukan impor beras sampai 3 juta ton di 2023 dan ditambah 2 juta ton di 2024. Namun, dia menilai, impor beras yang dilakukan tidak akan akan bisa menutupi jurang defisit beras, karena kebutuhan konsumsi beras nasional per bulan rata-rata 2,5 juta ton.
(as/tim/red)
Opini oleh Agung Sulistio
Pimpinan Redaksi Media SBI